Minggu, 29 September 2013
Fikih Iktilaf dan Kontemporer (PAI-FAI-UMI-2011)
BAB
I
PEMBUKAAN
A. LATAR BELAKANG
Islam
pada dasarnya melarang Aborsi adalah
sesuatu yang dipaksakan. Menurut Faqih, islam atau lebih tepatnya Fiqih telah
membiarkan teks-teks tentang aborsi terbuka untuk diperdebatkan. Jika pada masa
lalu saja, mereka membuka perbedaan dan perdebatan seputar aborsi, maka pada
masa sekarang perdebatan itu juga harus diteruskan untuk menemukan pandangan
yang lebih tepat dengan konteks kita saat ini.
Ayat-ayat
Al Qur’an yang biasa digunakan para penulis dalam membicarakan persoalan aborsi
adalah ayat-ayat yang tidak langsung, karena yang eksplisit (Terus Terang) melarang atau membolehkan
aborsi sebenarnya memang tidak pernah disebutkan didalam Al Qur’an itu sendiri.
Maka
dari itu marilah kita bersama-sama menemukan pandangan yang lebih tepat melalui
referensi-referensi yang kita dapat mengenai hukum aborsi menurut pandangan
Islam itu sendiri dengan mengajak seluruh mahasiswa untuk memperdebatkannya
dimata kuliah Fiqih Ikhtilaf dan
Kontemporer.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud dengan aborsi?
2. Apakah
ada Dalil yang melarang aborsi ?
3. Apa
hukum aborsi menurut para ulama ?
C.
TUJUAN
MASALAH
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini
adalah selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Ikhtilaf dan Kontemporer,
juga untuk membahas secara luas Hukum Aborsi menurut para ulama fikih dan ulama
Kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apa yang di maksud Aborsi ?
Aborsi dalam bahasa Arab disebut
“ijhadh”, yang memiliki beberapa sinonim yakni; isqath (menjatuhkan), ilqa’
(membuang), tharah (melempar) dan imlash (menyingkirkan) . Aborsi secara
terminology adalah keluarnya hasil konsepsi (janin, mudgah) sebelum bisa hidup
sendiri (viable) atau Aborsi didefenisikan sebagai berakhirnya kehamilan, dapat
terjadi secara spontan akibat kelainan fisik wanita / akibat penyakit biomedis
intenal atau sengaja melalui campur
tangan manusia) .
Berbeda dengan aborsi yang disengaja
atau akibat campur tangan manusia, yang jelas-jelas merupakan tindakan yang
“menggugurkan” yakni; perbuatan yang dengan sengaja membuat gugurnya janin.
Dalam hal ini, menggugurkan menimbulkan kontroversi dan berbagai pandangan
tentang “boleh” dan “tidak boleh” nya menggugurkan kandungan.
Terdapat beberapa jawaban dari
pertanyaan ini, akan tetapi hampir para ahli sependapat bahwa aborsi adalah
pengguguran janin dalam kandungan sebelum waktunya, baik disengaja atau tidak.
Aborsi yang tidak disengaja biasa disebut dengan aborsi spontan, yang oleh
ulama disebut dengan isqath al-‘afw.
Aborsi spontan tersebut bisa
terjadi karena penyakit, kecelakaan,
terlalu capek, dan sebagainya. Hukum dari aborsi tersebut dimaafkan, atau tidak
menimbulkan akibat hukum. Sedangkan
aborsi yang disengaja terbagi dalam dua macam:[1]
1. Aborsi
artificialis Therapicus, yaitu aborsi
yang dilakukan oleh seorang dokter atas
dasar indikasi medis sebelum janin lahir secara alami untuk menyelamatkan jiwa
ibu yang terancam bila kelangsungan kehamilan dipertahankan. Aborsi ini di
kalangan ulama disebut dengan isqath al-dharury (aborsi darurat) atau isqath
al-‘Ilajiy (aborsi pengobatan).
2. Aborsi
Provocatus Criminal, yaitu pengguguran
kandungan yang dilakukan tanpa indikasi medis, atau tanpa sebab sebab
membolehkan sebelum masa kelahiran tiba. Aborsi bentuk kedua ini biasa disebut
dengan isqath al-ikhtiyari (aborsi yang disengaja).
Tindak aborsi yang disengaja tersebut bisa disebabkan oleh beberapa alasan,
antara lain: kekhawatiran terhadap
kemiskinan, tidak ingin mempunyai keluarga besar, kekhawatiran janin yang ada
dalam kandungan akan lahir dalam keadaan cacat, hamil di luar nikah.
B.
Apakah
ada Dalil yang melarang aborsi ?
Ayat-ayat Al Qur’an yang biasa digunakan
para penulis dalam membicarakan persoalan aborsi adalah ayat-ayat yang tidak
langsung, karena yang eksplisit melarang atau membolehkan aborsi sebenarnya
memang tidak pernah disebutkan didalam Al Qur’an itu sendiri.
Ayat-ayat yang tidak langsung yang
dimaksud kebanyakan berisi tentang penghormatan manusia, penciptaan proses
perkembangan janin serta larangan membunuh anak seperti :[2]
·
QS.
Al Isra : 70
* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
Dan
Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan
dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang
Telah kami ciptakan (QS. Al Isra : 70)
·
QS. Al An’am : 151
* ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6/u öNà6øn=tæ ( wr& (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ( wur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$Î)ur ( wur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur ÆsÜt/ ( wur (#qè=çGø)s? [øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ö/ä3Ï9ºs Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÎÊÈ
Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut
kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar demikian itu yang
diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. Al An’am : 151)
·
QS. Al Isra : 31
wur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$Î)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%2 $\«ôÜÅz #ZÎ6x. ÇÌÊÈ
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al Isra :31)
·
QS. Al Hajj : 5
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷u z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sC Îöxîur 7ps)¯=sèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS #n<Î) 9@y_r& wK|¡B §NèO öNä3ã_ÌøéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGã Nà6ZÏBur `¨B tã #n<Î) ÉAsör& ÌßJãèø9$# xøx6Ï9 zNn=÷èt .`ÏB Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx© 4 ts?ur ßöF{$# ZoyÏB$yd !#sÎ*sù $uZø9tRr& $ygøn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kÎgt/ ÇÎÈ
Hai manusia,
jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah)
Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani,
Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami
tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah
diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
·
QS. Al Mu’minun : 31
ôs)s9ur $oYù=yör& %·nqçR 4n<Î) ¾ÏmÏBöqs% tA$s)sù ÉQöqs)»t (#rßç7ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ÿ¼çnçöxî ( xsùr& tbqà)Gs? ÇËÌÈ
Dan
Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain Dia. Maka Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?"
Sebenarnya masih sulit untuk
menyatakan dengan tegas bahwa Al Qur’an telah membicarakan persoalan aborsi dan
mengharamkannya. Beberapa sisi memang aborsi disamakan dengan pembunuhan yang
diharamkan, tetapi dari sisi lain tidak bisa disamakan begitu saja. Contohnya
pemaknaan kandungan yang masih di perdebatkan kapan ia mulai memiliki nyawa.
Berbeda jelas pada objek pembunuhan yakni manusia yang jelas-jelas bernyawa.
C.
Hukum
aborsi menurut para ulama
Perincian
mengenai hukum menggugurkan kandungan (aborsi) adalah sebagai berikut :
a.
Sebelum ditiupnya ruh
Para ulama' berbeda pendapat mengenai hukum aborsi
yang dilakukan sebelum janin ditiupkan ruh. Perincian mengenai perbedaannya
adalah sebagai berikut :
·
Haram
Hukumnya haram secara mutlak. Pendapat ini merupakan
pendapat "al-aujah" dalam madzhab Syafi'i, yang didukung oleh Syekh
Ibnul Imad dan beberapa ulama' dari kalangan madzhab syafi'i. Alasannya ketika
mani/sperma sudah menetap didalam rahim, maka mani tersebut sudah akan tiba
waktunya dan sudah siap untuk ditiup ruh. Imam Ghozali dalam kitab Ihya' menyatakan;
ketika mani laki-laki (sperma) sudah bercampur dengan mani perempuan (ovum)
maka sudah siap menerima kehidupan, karena itu merusaknya adalah suatu tindakan
kriminal (kejahatan/jinayat) hal ini lah yang membedakan aborsi dengan azl
dimana azl adalah mengeluarkan sperma sebelum sperma belum bercampur dengan
ovum.
Pendapat ini juga merupakan pendapat madzhab Hanbali
sebagaimana dituturkan oleh Imam Al Jauzi. Pendapat ini juga merupakan pendapat
yang mu'tamad dalam madzhab Maliki, Imam Malik rohimahulloh mengatakan :
"Semua yang digugurkan oleh seorang wanita, baik itu berupa gumpalan
daging (mudhghoh) atau segumpal darah (alaqoh) adalah suatu kejahatan
(jinayah).
·
Boleh Secara Mutlak
Boleh secara mutlak. Pendapat ini
diikuti oleh Syekh Abu Ishaq Al Maruzi dari kalangan madzhab syafi'i, bahkan
menurut Imam Romli pendapat yang rojih (unggul) adalah diperbolehkannya
menggurkan akndungan sebelum ditiupnya. Pendapat ini juga dinyatakan oleh
beberapa ulama' madzhab Hanafi, sedangkan dari kalangan madzhab Maliki yang
mengikuti pendapat ini adalah Syekh Ibnul Kamil Al-Lakhmi, sebagian ulama'
madzhab Hanbali juga ada yang mengikutiu pendapat ini.
·
Boleh Jika Ada Udzur
Boleh jika ada udzur. Pendapat inilah sejatinya
pendapat madzhab Hanafi, sebagian udzur yang memperbolehkan pengguguran
kandungan sebelum ditiupnya ruh, sebagaimana dijelaskan Syekh Ibnu Wahban,
semisal ketika seorang wanita sudah dinyatakan positif hamil, namun air susunya
tidak bisa keluar sedangkan ayah dari bayi tersebut tidak memiliki uang untuk
menyewa wanita untuk menyusui anaknya ketika bayinya lahir nanti, dan
dikhawatirkan apabila kandungan tersebut tidak digugurkan, nanti saat bayi
tersebut lahir akan mati karena ibunya tidak bisa menyusui.
·
Makruh Secara Mutlak
Makruh secara mutlak. Pendapat ini dikemukakan oleh
Imam Romli dari kalangan madzhab Syafi'i, beliau menyatakan bahwa hukum
pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh itu dimungkinkan makruh tanzih atau
makruh tahrim, dan hukum makruh tahrim akan semakin kuat ketika umjur janin
didalam kandungan mendekatiu masa ditiupnya ruh. Penbdapat ini juga dinyatakan
oleh Syekh Ali bin Musa, ulama' dari kalangan madzhab Hanafi, beliau memberikan
asalasan dimakruhkannya sebab ketika mani sudah masuk kedalam rahim maka sudah
siap untuk menerima kehidupan. Selain itu pendapat ini juga diikuti oleh
sebagian ulama' madzhab Maliki dalam masalah pengguguran kandungan sebelum masa
kandungan mencapai 40 hari.
b.
Setelah ditiupnya ruh
Ditiupnya ruh/nyawa pada janin yang berada dalam
kandungan berarti janin tersebut sudah hidup, adapun masa ditiupnya ruh adalah
setelah 120 hari (4 bulan) sebagaimana dijelaskan dalam hadits :
يَكُونُ ثُمَّ ،ذَلِكَ
مِثْلَ عَلَقَةًيَكُونُ ثُمَّ ،يَوْمًا أَرْبَعِينَ
أُمِّهِ بَطْنِ فِي خَلْقُهُ يُجْمَعُ أَحَدَكُمْ إِنَّ
، عَمَلَهُ اكْتُبْ :لَهُ
وَيُقَالُ ،كَلِمَاتٍ بِأَرْبَعِ فَيُؤْمَرُ مَلَكًا اللَّهُ يَبْعَثُ ثُمَّ ،ذَلِكَ
مِثْلَ مُضْغَةً
الرُّوحُ فِيهِ يُنْفَخُ ثُمَّ
سَعِيدٌ، أَوْ وَشَقِيٌّ وَأَجَلَهُ، وَرِزْقَهُ،
"Sesungguhnya
setiap orang dari kalian dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam
perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama
itu pula kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging), selama itu pula kemudian
Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan dikatakan
kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya
lalu ditiupkan RUH kepadanya." [3]
Semua ulama' sepakat bahwa menggugurkan kandungan
setelah kandungan berumur 120 hari/4 bulan yang berarti setelah ditiupnya ruh
pada janin hukumnya adalah harom. Keharoman menggugurkan kandungan setelah bayi
kandungan berumur 4 bulan itu bersifat umum yang mencapup permasalahan apabila
kandungan tersebut digugurkan dengan alasan mengkhawatirkan keselamatan wanita
yang mengandung, sebab kematian ibu yang mengandung adalah sesuatu yang belum
pasti (mauhum) sedangkan kematian janin tersebut setelah digugurkan itu sudah
pasti (qoth'i), sedangkan pembunuhan
terhadap seorang manusia itu tidak diperbolehkan hanya untuk sesuatu yang belum
pasti. Jadi menggugurkan kandungan dengan alasan tersebut tetap diharamkan.
1.
Menurut ulama
Hanafiyah diperbolehkan menggugurkan kandungan
yang belum berusia 120 hari, dengan alasan bahwa sebelum janin usia 120
hari atau 4 bulan belum ditiupkan ruh. Dengan demikian
kehidupan insaniyah belum dimulai. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat makruh
apabila pengguguran tersebut tanpa udzur, dan jika terjadi pengguguran maka
perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa.
2.
Madzhab
Malikiyah mengharamkan aborsi sejak
terjadinya konsepsi atau bertemunya sel telur dengan sperma di rahim ibu.
Sebagian ulama Malikiyah lainnya berpendapat bahwa dimakruhkan aborsi ketika
usia kandungan 40 hari. Dan apabila telah mencapai usia 120 hari (4 bulan),
maka haram hukumnya melakukan aborsi.
3.
Pendapat yang
sama dengan ulama Malikiyah dikemukakan
oleh al-Ghazali dan ulama Dhahiriyah yang mengharamkan aborsi
sejak masa konsepsi. Dan menurut al-Ghazali mutlak keharaman tersebut.
4.
Madzhab
Syafi’iyah berpendapat dimakruhkamn
aborsi ketika usia kandungan belum sampai 40 hari, 42 hari atau 45 hari. Disamping itu, ulama
Syafi’iyyah juga mensyaratkan adanya kerelaan kedua belah pihak. Dan apabila
usia kandungan lebih dari 40 hari, maka hukumnya haram.
5.
Menurut Romli,
diperbolehkan aborsi sebelum ditiupkan ruh dan dilarang ketika usia kandungan
120 hari atau telah ditiupkan ruh.
6.
Menurut Madhab
Hanabilah—sebagaimana pendapat ulama Hanfiyah—memperbolehkan aborsi ketika usia
kendungan belum sampai 120 hari atau sebelum ditiupkan ruh. Apabila lebih
dari 120 hari atau telah ditiupkan ruh
maka hukumnya haram.
Dalam kitab-kitab fiqh juga disebutkan bahwa tindak
aborsi boleh dilakukan apabila benar-benar dalam keadaan terpaksa, dalam
kondisi darurat, seperti demi menyelamatkan ibu—sebagaimana disebutkan dalam
aborsi bentuk pertama—maka pengguguran kandungan diperbolehkan.
Sebagaimana
menurut Kaidah Ushul Fiqhi :
الْمَحْظُوْرَاتِ تُبِيْحُ الضَّرُوْرَاتُ
“Keadaan darurat membolehkan
hal-hal yang dilarang (diharamkan)”[4]
Dan nyawa ibu lebih diutamakan mengingat ia sebagai sendi keluarga yang
telah mempunyai kewajiban, baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama makhluk.
Sedangkan janin sebelum ia lahir dalam keadaan hidup, maka ia belum mempunyai
hak dan kewajiban. Hal yang sama dapat diterapkan dalam kasus korban perkosaan
yang mengakibatkan stress berat, jika tidak melakukan aborsi maka ia akan sakit jiwa. Sedangkan ia telah
berkonsultasi dengan ahli psikoterapi dan ahli agama tetapi tidak berhasil.
Sementara ini, keputusan yang diambil oleh perempuan
untuk melakukan aborsi bukanlah keputusan yang mudah dan sangatlah dilematis.
Karena tindakan tersebut bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan. Sering kali perempuan yang melakukan aborsi
merasa malu, takut, sedih, stress, merasa berdosa, ingin bunuh diri dan lain
sebagainya. Dan biasanya keputusan tersebut diambil setelah perempuan merasa
tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Jika terjadi demikian maka factor kesehatan
sering kali terabaikan.
Bila memang aborsi menjadi jalan yang terakhir yang
diambil, maka yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental
serta informasi yang cukup agar aborsi bisa berlangsung secara aman. Aborsi
aman apabila: dilakukan oleh pekerja kesehatan (dokter umum & dokter
spesialis obstetri) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan
aborsi, pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak, dilakukan
dalam kondisi bersih, apapun yang masuk vagina atau rahim harus steril atau
tidak tercemar kuman dan bakteri, dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu)
sesudan terakhir kali mendapat haid.
Upaya yang bisa dilakukan untuk menangani masalah
ini antara lain: mengadakan layanan
aborsi yang aman dilengkapi dengan pelaksana terlatih dan terstandard,
konseling yang memberdayakan perempuan dalam mengambil keputusan, sarana dan
metode yang aman, sesuai standard WHO; memberikan informasi dan konseling
mengenai kesehatan reproduksi terutama pemahaman upaya pencegahan kehamilan dan
bahaya aborsi yang tidak aman; dan melatih kaum perempuan untuk aktif menjadi
pendidik sebaya (peer educator) dan konselor bagi kaumnya.
PP Fatayat NU sebagai sebuah organisasi massa
keagamaan yang beranggotakan perempuan usia produktif merasa terpanggil untuk
memberikan kontribusi positif terhadap persoalan perempuan, khususnya dalam
bidang kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya aborsi. Salah satu aksi untuk merealisasikan program
tersebut adalah diselenggarakan seminar
dengan tema ‘ABORSI DALAM PERSPEKTIF FIQH KONTEMPORER’.[5]
Dalam kenyataannya, informasi mengenai aborsi
ditinjau dari sisi Agama Islam, khususnya fiqh, banyak yang masih dalam bentuk
kitab-kitab klasik sehingga sulit untuk
dipahami oleh masyarakat pada umumnya.
Berangkat dari kenyataan di atas, maka seminar mengenai aborsi tersebut
dilanjutkan dengan bedah kitab yang mengupas permasalahan aborsi dengan merujuk
pada kitab-kitab klasik.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Semua
ulama' sepakat bahwa menggugurkan kandungan setelah usia kehamilan mencapai 4
bulan hukumnya haram. Sedangkan menggugurkan kandungan sebelum masa itu,
hukumnya diperselisihkan oleh ulama', terdapat 4 pendapat yang berbeda yaitu;
Harom, boleh, boleh jika ada udzur dan makruh. Wallohu a'lam.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI , Al Qur’an Terjemahan
Prof. Dr.Gulardi H. Winknjossastro, K.H. Husain
Muhammad, dkk. 2002. Aborsi dalam
Perspektif Fiqh Kontemporer, Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Syaikh Muhammad Fu’ad
Abdul Baqi, Kumpulan
Hadits Shahih Bukhari Muslim. Penerbit: Insan Kamil.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta. 2010, Penerbit :
Sekertariat Majelis Ulama Indonesia.
[1] Prof.
Dr.Gulardi H. Winknjossastro, K.H. Husain Muhammad, dkk. 2002. Aborsi dalam Perspektif Fiqh Kontemporer,
Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama dengan Fatayat
NU, h. 12
[3] Syaikh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi,
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim. Shohih
Bukhori, no.3208 dan Shohih Muslim, no.2643.
[5] http://fatayat.or.id/pustaka/detail/5
Langganan:
Postingan (Atom)