Pa'diesseng-Ku Cappo !!

Chat Box !! Sudut Kanan !!


Get this .

Followna' Gatti' On twitter !!

Klik PLAY Untuk MP3 !!


music online
Senin, 01 Juli 2013

HADIS II



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengenalan Ilmu Hadis

                               I.            Pengertian Ilmu Hadis
Menurut M.Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu hadist adalah perkara yang berpautan dengan hadits. Paru ulama beragam pendapat dalam memberikan istilah terhadap ilmu hadits, antara lain Ilmu Ushulul Hadits, Ilmu Musthalah al Hadits, Ilmu Musthalah Ahlul Atsar dan Ilmu Musthalah Ahlil Hadits.
Defenisi :
عِلْمُ الْحَدِيْثِ هُوَ مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدَ الَّتِيْ يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى مَعْرِفَةِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِي
Ilmu Hadis adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan)[1]
Ada pendapat lain yang menyatakan

هُوَ عِلْمٌ بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ
Ilmu Hadis adalah ilmu tentang kaedah-kaedah untuk mengetahui keadaan sanad danmatan[2]
Ilmu hadits ialah ilmu yang bersangkutan dengan hadits baik riwayah maupun diroyah. Hadits riwayah adalah suatu ilmu pngetahuan untuk mngetahui cara” penukilan, pemeliharaan & pembukuan atas segala yg disandarkan kepada Nabi, baik perkataan, perbuatan/ persetujuan beliau. Hadits diroyah adalah sperangkat kaidah yg digunakan untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara mnerima & menyampaikan hadits serta sifat” rawi dll.

                            II.            Ruang lingkup Ilmu hadits
Ruang lingkup ilmu hadits terbagi kepada dua bagian yaitu :
1.      Ilmu Hadits Riwayat, yaitu suatu ilmu mengetahui sabda-sabda Nabi, Perbuatan Nabi, Takrir Nabi, dan sifat-sifatnya. Dengan kata lain, ilmu ini membahas segala sesuatu yang datang dari Nabi tanpa memperhatikan kesahihan dan tidaknya. Pribadi Nabi merupakan objeknya.
2.      Ilmu Hadits Dirayah, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan sebagainya. Dengan demikian, yang menjadi titik tolaknya adalah keadaan matan, sanad, dan rawi hadits. Dari sini muncul cabang-cabang ilmu hadits lainnya, seperti ilmu Jarh wa ta’dil, ilmu Tarikh ar Ruwat, dsb.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa perbedaan pokok antara ilmu hadits riwayat dan dirayah terletak pada objeknya. Objek ilmu hadits riwayat adalah pribadi Nabi, yakni perkataan, perbuatan, takrir, dan sifat-sifatnya. Sedangkan objek dari ilmu hadits dirayah adalah sanad matan.
Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan dengan hadits. Apabila dilihat kepada garis besarnya, Ilmu Hadits terbagi menjadi dua macam. Pertama, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah). Kedua, Ilmu Hadits Dirayat (dirayah).
1.      Ilmu Hadits Riwayah
Ilmu Hadits Riwayah ialah.
Artinya: “Ilmu yang menukilkan segala apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik  perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat tubuh anggota ataupun sifat Perangai.”
Ibnu Akfani berkata:
Artinya: “Ilmu hadits yang khusus dengan riwayat ialah: Ilmu yang melengkapi penukilan perkataan-perkataan Nabi SAW perbuatan-perbuatannya, periwayat-periwayat hadits, pengdlabitannnya  dan penguraian lafadz-lafadznya.
Kebanyakan ulama menta’rifatkan ilmu hadits riwayah sebagaimana:
Artinya: “Ilmu hadits riwayah adalah suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda nabi, taqrir-taqrir nabi dan sifat-sifat nabi.”
Maudhu’nya (obyeknya) adalah pribadi Nabi SAW yakni perkataan, perbuatan, taqrir dan sifat Beliau, karena hal-hal inilah yang dibahas didalamnya. Adapun faedah mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama yaitu Nabi Muhammad SAW.
2.      Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah biasa juga disebut sebagai Ilmu Musthalah al-Hadits, Ilmu Ushul al-Hadits, Ulum al-Hadits, dan Qawa’id al-Hadits at-Tirmidzi mendefinisikan ilmu ini dengan
Artinya: “Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain.”
Ibnu al-Akfani mendefinisikan ilmu ini  sebagai berikut
Artinya: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-ayarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.”
Kebanyakan ulama menta’rifkan Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut:

Artinya: “Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan dari jurusan diterima atau ditolak dan yang bersangkutpaut dengan itu.”

Maudhu’nya (objeknya) adalah mengetahui segala yang berpautan dengan pribadi Nabi SAW, agar kita dapat mengetahuinya dan memperoleh kemenangan dunia akhirat. Dengan mempelajari Hadits Dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh antara lain:

1.      Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa sejak masa Rasul SAW sampai sekarang.
2.      Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam  mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
3.      Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
4.      Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam beristimbat.
5.      Dari beberapa faedah diatas apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajari Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadits, apakah ia maqbul (diterima) dan mardud (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad maupun matannya.
6.      Dengan melihat uraian Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah diatas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini karena setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan baik dalam penerimaannya maupun penyamapaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan Ilmu Hadits Riwayah, Ilmu Hadits Dirayah juga terus berkembang menuju kesempurnaanya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan Hadits Riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin Ilmu Hadits Riwayah berdiri tanpa Ilmu Hadits Dirayah, begitu juga sebaliknya.

                         III.            Cabang-Cabang Ilmu Hadis
Dalam ilmu hadith, terdapat beberapa ilmu lain sebagai alat untuk membolehkan penilaian status hadith dilakukan, agar dapat disaring daripada sahih hinggalah ke maudhu’ dan dapat diambil pengajarannya. Di antara ilmu-ilmu cabang tersebut ialah:
1.      Ilmu Musthalah Al-Hadith. Ilmu untuk mengetahui istilah-istilah yang digunakan dalam ilmu hadith.
2.      Ilmu Rijal. Ilmu tentang biodata dan kisah para perawi hadith.
3.      Ilmu Al-Jarh Wa Ta’dil. Ilmu yang membahaskan tentang kecacatan perawi hadith atau pujian bagi mereka dengan penggunaan lafaz-lafaz khusus bagi menggambarkan diri mereka. Ilmu ini bersangkut-paut dengan ilmu Rijal.
4.      Ilmu ‘Ilal Hadith. Ilmu yang melibatkan pengkajian teliti tentang ‘kecacatan yang tersembunyi’ dalam hadith baik menerusi sanadnya mahupun matannya.
5.      Ilmu Gharib Al-Hadith. Ilmu yang menerangkan tentang perkataan atau istilah yang jarang digunakan dalam pertuturan seharian orang arab, tetapi ada disebutkan dalam sesebuah teks hadith.
6.      Ilmu Fiqh Al-Hadith. Ilmu tentang tafsiran hadith beserta dengan pengambilan hukum (istinbhat) daripadanya.
7.      Ilmu Asbabul Wurud. Ilmu tentang sebab-sebab adanya hadith tersebut, jadi dapat membantu untuk memahami konteks atau aplikasi sesebuah hadith supaya tepat pengamalannya.

Terdapat terlalu banyak kitab-kitab dalam setiap cabang ilmu hadith untuk saya muatkan contohnya di sini, jadi tidak perlulah saya meletakkannya supaya tidak memanjangkan lagi entri yang panjang ini. Anda boleh mencarinya sendiri jika mau.
B.     Materi Hadis

a.      Keutamaan Sholat Jumat

من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة ثم راح فكأنما قرب بدنة و من راح في الساعة الثانية فكأنما قرب بقرة ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قرب كبشا أقرن ومن راح في الساعة الرابعة فكأنما قرب دجاجة ومن راح في الساعة الخامسة فكأنما قرب بيضة فإذا خرج الإمام حضرت الملائكة يستمعون الذكر
“ Barang siapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub, kemudian pergi ( ke masjid ) pada waktu yang pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor unta. Dan barang siapa yang datang pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor sapi. Dan barang siapa yang datang pada waktu yang ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor domba yang bertanduk. Dan barang siapa yang datang pada waktu yang keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor ayam. Dan barang siapa yang datang pada waktu yang kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan sebutir telur. Maka, jika imam telah keluar, malaikatpun bergegas untuk mendengarkan khutbah.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Hadis diatas telah mengklasifikasikan bahwa pahala bagi orang yang pergi sholat jum’at itu berbeda-beda pahalanya:
1.      Orang yang berangkat di waktu awal sebelum masjid dibuka akan mendapatkan pahala seperti orang yang berkurban seekor unta gemuk.
2.      Orang yang berangkat di waktu kedua, akan mendapatkan pahala seperti orang yang berkurban seekor sapi.
3.      Orang yang berangkat di waktu ketiga, akan mendapatkan pahala seperti orang yang berkurban seekor kambing.
4.      Orang yang berangkat di waktu keempat, akan mendapatkan pahala seperti orang yang menyembeli seekor ayam .
5.      Orang yang berangkat di waktu kelima, akan mendapatkan pahala seperti orang yang berkurban seekor sapi.
6.      Orang yang berangkat di waktu keenam, akan mendapatkan pahala seperti orang yang bersedekah sebutir telur..
7.      Dan orang yang berangkat ketika khatib naik ke mimbar maka para malaikat menutup absennya (pahalanya tidak dicatat oleh malaikat)

b.      Khatib berdiri ketika membaca khutbah :
الْيَوْمَ  يَفْعَلُونَ كَمَا  قَالَ يَقُومُ ثُمَّ  يَجْلِسُ ثُمَّ قَائِمًا الْجُمُعَةِ يَوْمَ يَخْطُبُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى للَّهِ ا رَسُولُ كَانَ قَالَ عُمَرَ ابْنِ عَنْ
Dari Ibnu Umar ia berkata; Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah pada hari Jum'at dengan berdiri kemudian beliau duduk dan berdiri lagi. Ibnu Umar berkata; Persis seperti yang dilakukan orang-orang pada hari ini.
Bahwasanya Rasulullah Saw berkhutbah Jumat sambil berdiri kemudian duduk dan berdiri lagi ( diantara dua khutbah ), orang yang berdo’a diantara dua khutbah tersebut maka doanya kan dikabulkan oleh allah. Sebagaimana dalam hadis : Dari Abu Musa Al Asy’ari r.a. telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “ Sesungguhnya saat yang mestajab itu diantara duduk imam diantara dua khutbah hingga selesai sholat jumat”. (HR. Muslim dan Abu Dawud)

c.      Keutamaan Shalat Jama’ah
دَرَجَةً وَعِشْرِينَ بِسَبْعٍ الْفَذِّ صَلَاةِ مِنْ أَفْضَلُ الْجَمَاعَةِ صَلَاةُ
Dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 650)
Orang yang shalat berjama’ah pahala sebanyak 27 derajat ketimbang orang yang shalat sendirian, bahwanya jika seorang muslim memperbaiki wudhunya lalu berangkat ke mesjid untuk berjamaah selangkah-demi selangka maka setiap langkahnya akan diberikan pahala 1 derajat, 1 dosanya akan dihapuskan oleh Allah Swt.

BAB III
PENUTUP

A.        KESIMPULAN

Ilmu Hadits adalah ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Nabi SAW. Perintis pertama Ilmu Hadits adalah Al Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy. Pada mulanya, Ilmu Hadits merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing membicarakan tentang hadits dan para perawinya. Akan tetapi pada masa berikutnya ilmu-ilmu itu digabungkan dan dijadikan satu serta tetap menggunakan nama Ulumul Hadits.


B.          SARAN
Makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

















DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad, dan Mudzakir, Muhammad, Ulumul Hadits, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000
Ibnu Hajar, An-Nukat ‘ala Ibni ash-Sholah,
as-Suyuthy, Tadrib ar-Rawi,
Shahih Muslim


[1]  An-Nukat ‘ala Ibni ash-Sholah, Ibnu Hajar, j.1 h.225
[2]  Tadrib ar-Rawi, as-Suyuthy, j.1 h.41