Senin, 10 Juni 2013
Makalah Islam , Keluarga dan Masyarakat (Metodologi Studi Islam)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah agama Allah yang
diwahyukan kepada Rasul-rasulNnya guna diarahkan kepada manusia. Ia dibawa
secara estafet (sambung-menyambung) dari suatu generasi ke generasi selanjutnya
dan dari suatu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayah
dan petunjuk bagi manusia yang berkelana dalam kehidupan duniawi, merupakan
adanya sifat rahman dan rahim dari Allah.
Adapun Islam dalam kurun sebelum
risalah Nabi Muhammad s.a.w. sifatnya lokal atau nasional. Ia hanya untuk
kepentingan bangsa dan daerah tertentu, dan terbatas pula periodenya.
Keluarga merupakan sosialisasi primer yang artinya
lingkungan masyarakat pertama yang dikenal seseorang ketika lahir. Sebagai
media sosialisasi primer, sudah tentu keluargalah yang paling berpengaruh
membentuk karakter dalam diri seseorang. Bagaimana orang itu hidup, bagaimana
cara bersosialisasi dengan masyarakat, bagaimana menyelesaikan masalah, dan
semua hal lain yang berkaitan langsung dengan kehidupan kita adalah karena
faktor keluarga. Banyak orang yang sukses dalam hidupnya adalah karena
pendidikkan dalam keluarganya yang selalu mengajarkan cara - cara yang baik dan
benar dalam menjalani hidup. Namun banyak pula orang yang hidupnya hancur dan
berantakkan juga karena pendidikkan dalam keluarganya yang mengajarkan cara -
cara yang tidak sesuai dengan tata cara yang berlaku. Kami sebagai pemakalah
ingin mengkaji bahwa sejauh mana Peran Islam dalam Keluarga dan Masyarakat
Perspektif Islam itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
itu Islam ?
2.
Peran
Keluarga dalam Islam ?
3.
Keluarga
adalah Fondasi Masyarakat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apa itu Islam ?
Makna asal dari kata
" Islam " adalah berserah diri dan pasrah sepenuhnya kepada Allah
dengan mengesakanNya dan mengikuti ajaran para rasul-Nya. Menurut pengertian
ini, Islam merupakan agama para rasul. Allah tidak mengutus seorang rasulpun
melainkan untuk menyeru kepada kaumnya," Sembahlah Allah yang Maha Esa,
dan taatlah kepadaku dengan mengikuti ajaran yang aku sampaikan kepada kalian..."
Dan inilah makna Islam
secara umum yang diajarkan oleh para rasul.
Allah berfirman:
Allah berfirman:
!$tBur $uZù=yör&
`ÏB Î=ö6s%
`ÏB @Aqߧ
wÎ) ûÓÇrqçR
Ïmøs9Î)
¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î)
HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù
ÇËÎÈ
Artinya :
“Dan
Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya, " Bahwasanya tidak ada Rabb (yang hak ) melainkan Aku maka
sembahlah Aku” (QS. Al Anbiya : 25)
Pada
ayat lain juga Allah berfirman :
ö@è%
@÷dr'¯»t
É=»tGÅ3ø9$#
(#öqs9$yès?
4n<Î)
7pyJÎ=2
¥ä!#uqy
$uZoY÷t/
ö/ä3uZ÷t/ur
wr&
yç7÷ètR
wÎ)
©!$#
wur
x8Îô³èS
¾ÏmÎ/
$\«øx©
wur
xÏGt
$uZàÒ÷èt/
$³Ò÷èt/
$\/$t/ör&
`ÏiB
Èbrß
«!$#
4
bÎ*sù
(#öq©9uqs?
(#qä9qà)sù
(#rßygô©$#
$¯Rr'Î/
cqßJÎ=ó¡ãB
ÇÏÍÈ
Artinya :
Katakanlah: "Hai ahli kitab,
marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka
Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)". (QS. Al Imran : 64)
Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam juga tidak terlepas dari pengertian umum
ini, yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah dan mengikuti ajaran agama yang
dibawa oleh Nabi Muhammad. Akan tetapi, risalah dan ajaran Rasulullah telah
menghapuskan risalah-risalah yang sebelumnya. Dengan demikian, Allah tidak
menerima agama selain Islam dari siapa pun setelah diutusnya Rasulullah SAW.
Islam (bahasa Arab, al-islām الإسلام,
Bunyi dengarkan: "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang
mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama
yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam
golongan agama Ibrahim. Dengan lebih dari satu seperempat milyar orang pengikut
di seluruh dunia menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia.
Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim, adapun lebih lengkapnya
adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan
bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul
utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah
nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
·
Aspek kebahasaan
Dalam
bahasa Arab, Islām berarti “berserah diri” dan merupakan suatu Dīn yang berarti
"aturan" atau "sistem" (QS Al-Maidah:83). Secara
etimologis, kata tersebut diturunkan dari akar yang sama dengan kata salām yang
berarti “damai”. Kata 'Muslim' (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga
berhubungan dengan kata Islām. Kata tersebut berarti “orang yang berserah diri
kepada Allah" dalam bahasa Indonesia.
·
Kepercayaan
Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua
kalimah shahādatān ("dua kalimat persaksian"), yaitu "Laa ilaha
ilallah, Muhammadar Rasulullah" — yang berarti "Tiada Tuhan yang
berhak disembah selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah". Adapun bila
seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti
ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru
masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
Umat
Muslim percaya bahwa Allāh menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para
nabi dan rasul utusan-Nya, seperti Nabi Adam as., Nuh as., Ibrahim as., Musa
as., Isa as., dan nabi lainnya (untuk lebih lanjutnya, silakan baca artikel
mengenai Para nabi dan rasul dalam Islam) yang diakhiri oleh Nabi Muhammad SAW.
sebagai nabi dan rasul utusan Allah terakhir sepanjang masa
(khataman-nabiyyin). Umat Islam juga meyakini Al-Qur'an sebagai kitab suci dan
pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di
dalamnya (QS Al-Baqarah:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan
Al-Quran hingga akhir zaman dalam suatu ayat.
Adapun
sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk
mengimani kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum Al-Qur'an (Zabur,
Taurat, Injil, dan suhuf atau lembaran Ibrahim) melalui nabi dan rasul
terdahulu adalah benar adanya (QS Al-Baqarah:3). Namun muslim juga percaya
bahwa selain Al Qur'an seluruh firman Allah telah mengalami perubahan oleh
manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa Al-Qur'an
adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan menyempurnakan kitab
sebelumnya.
Umat Islam juga percaya bahwa Islam
adalah agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa
Nabi Adam as., dengan demikian tentu saja Nabi Ibrahim as. juga menganut Islam
(QS Al-Baqarah:130-132) 2:130. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama
Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di
dalam Al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab
atau Ahlul Kitab.
B.
Peran
Keluarga dalam Islam
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#þqè%
ö/ä3|¡àÿRr&
ö/ä3Î=÷dr&ur
#Y$tR
$ydßqè%ur
â¨$¨Z9$#
äou$yfÏtø:$#ur
$pkön=tæ
îps3Í´¯»n=tB
ÔâxÏî
×#yÏ©
w tbqÝÁ÷èt
©!$#
!$tB
öNèdttBr&
tbqè=yèøÿtur
$tB
tbrâsD÷sã
ÇÏÈ
Artinya
:
Hai orang-orang beriman ! Peliharalah dirimu
dan keluargamu dari [kemungkinan siksaan] api neraka, yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya adalah para malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. Altahrim (66): 6).
Keluarga, yang
biasa diartikan dengan ibu dan bapak beserta anak atau anak-anaknya; belakangan
diartikan dengan semua dan setiap orang yang ada dalam sebuah keluarga/rumah
tangga (lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tanggga, Pasal 2). Keluarga, dalam sistem
hukum apapun dan di manapun, apalagi dalam perspektif hukum Islam, dipastikan
memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan tingkat manapun.
Terutama di tingkat rukun tetangga (RT) yang daripadanya terhimpun rukun warga,
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan seterusnya sampai masyarakat
dunia. Tanpa keluarga, yang sejatinya menjadi unit terkecil dalam sebuah
komunitas, mustahil ada apa yang dikenal dengan sistem sosial itu sendiri mulai
dari sistem sosial yang sangat terbatas atau bahkan dibatasi; sampai komunitas
yang bersekala nasional, regional dan intrenasional.
Sekedar untuk
menunjukan arti penting keluarga, ada ungkapan yang menyatakan bahwa “Keluarga
adalah tiang masyarakat dan sekaligus tiang negara; bahkan juga tiang agama.”
Atas dasar ini, maka mudahlah difahami manakala agama Islam menaruh perhatian
sangat serius terhadap perkara keluarga. Di antara indikatornya, dalam
Al-qur’an dan atau Al-hadits, tidak hanya dijumpai sebutan keluarga dengan
istilah “al-ahl” – jamaknya “al-ahluna,” atau “dzul qurba,”
“al-aqarib” dan lainnya; akan tetapi, juga di dalamnya dijumpai
sejumlah ayat dan bahkan surat Al-qur’an yang mengatur ihwal keluarga dan
kekeluargaan.
Di antara surat
yang menyimbolkan arti penting tentang peran keluarga dalam kehidupan sosial
adalah surat ketiga, yakni surat Ali Imran (3) yang terdiri atas: 200 ayat,
3,460 kata dan 14,525 huruf. Secara umum dan garis besar, surat Ali Imran
memuat perihal: keimanan, hukum, dan kisah di samping lain-lain. Yang
menariknya lagi surat Ali Imran ini diiringi surat An-Nisa (4), yang
mengisyaratkan arti penting bagi kedudukan seorang ibu khususnya dan kaum
wanita pada umumnya dalam hal pembentukan dan pembinaan keluarga ideal yang
disimbolkan dengan Keluarga Imran.
Masih dalam
konteks peduli Al-qur’an terhadap peran keluarga, bisa difahami dari isi
kandungan ayat 6 surat Al-tahrim yang telah dikutibkan sebelum ini. Ayat
tersebut pada dasarnya mengingatkan semua kepala keluarga dalam hal ini Bapak
dan atau Ibu bahkan para wali, supaya membangun, membina, memelihara dan atau
melindungi semua dan setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungannya dari
kemungkinan mara bahaya yang disimbolkan dengan siksaan api neraka. Sebab,
dalam pandangan Islam, berkeluarga itu tidak hanya untuk sebatas dalam
kehidupan duniawi; akan tetapi juga sampai ke kehidupan akhirat.
Indikator lain
dari peduli Islam terhadap eksistensi dan peran keluarga dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan ialah adanya hukum keluarga Islam yang secara spesifik mengatur
persoalan-persoalan hukum keluarga mulai dari perkawinan, hadhanah (pengasuhan
dan pendidikan anak), sampai kepada hukum kewarisan dan lain-lain yang lazim
dikenal dengan sebutan “al-ahwal al-syakhshiyyah,” “ahkam al-usrah,”
Islamic family law dan lainnya. Hukum Keluarga Islam benar-benar mengatur
semua dan setiap urusan keluarga mulai dari hal-hal yang bersifat filosofis dan
edukatif, sampai hal-hal yang bersifat akhlaqi yang teknis operasional
sekalipun. Itulah sebabnya mengapa Islam memerintahkan pemeluknya agar selalu
saling menyayangi dan bekerjasama antara sesama keluarga.
C.
Keluarga
adalah Fondasi Masyarakat
Keluarga menurut pengertian yang
umum adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat yang terdiri
atas ibu, bapak dan anak sedangkan menurut Hasan Ayub menjelaskan bahwa
keluarga adalah suatu kumpulan manusia dalam kelompok kecil yang terdiri atas
suami, istri, dan anak-anak. Kumpulan dari beberapa keluarga disebut
masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan organisasi
terkecil dari suatu masyarakat, masyarakat terus berkembang baik secara
horizontal maupun vertical menjadi suku dan atau bangsa.
Proses
lahirnya sebuah rumah tangga atau keluarga dimulai dari hasrat dan keinginan
individu untuk menyatu dengan individu lainnya. Hasrat itu merupakan fitrah
yang dibawa sejak individu itu lahir, menurut soerjono soekanto hasrat manusia
sejak dilahirkan adalah: pertama. Menjadi satu dengan manusia yang
lainnya; kedua,menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Oleh
karena itu terbentuknya sebuah keluarga diawali dengan proses memilih yang
dilakukan oleh individu yang berlainan jenis klamin, lalu melamar dan diakhiri
dengan perkawinan.
Dalam
memilih calon pasangan hidup berkeluarga, nabi Muhammad SAW telah menentukan
beberapa kriteria seseorang untuk dapat dinikahi, diantaranya tidak ada
pertalian darah, balig dan beraqal, dan berkemampuan baik material maupun
immaterial. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang syarat-syarat perkawinan dan
sebagainya dapat dilihat dalam Undang-Undang Rpublik Indonesia Nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan pada bab 1 sampai bab 7 sealinnya itu nabi Muhammad
juga menyebutkan dalam haditsnya yang artinya:
“Seorang wanita dinikahi karena empata hal: karena
kecantikannya; karena keturunannya; karena harta kekayaanya; dank arena
agamanya. Jika kamu ingin selamat maka pilihlah yang kuat agamanya. (Ibnu Hajar al- Atsqalani)
Kriteria diatas merupakan rambu-rambu
yang harus diperhatikan sebelum seseorang melamar calon pasangan hidupnya,
karena ia merupakan proses awal memasuki kehidupan berkeluarga. Tuntunan
tentang khitbah selain tertera dalam sunnah, juga disitir dalam alquran
(al baqarah: 235). Khitbah pada dasarnya merupakan tuntunan agar kita
dapat membangun sebuah keluarga yang tenteram, baik dan lancer yang pada
gilirannya tercipta keluarga sejahtera seutuhnya yang islami. Oleh karena itu,
islam menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan yang utuh yang para anggotanya
secara simultan bekerja sama.
Masyarakat
di seluruh dunia memandang keluarga dengan signifikansi sakral, dan
menjadikannya sebagai dasar bagi hubungan interpersonal lainnya, termasuk kewajiban
komunitas dan politik. Keluarga merupakan satuan dasar bagi ketaatan ritual
maupun sebagai tempat berpengaruh bagi pendidikan agama dan sekular dan bagi
penyaluran pengetahuan agama dan duniawi dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dia bertindak sebagai locus bagi pengembangan makna
kepercayaan, otoritas, an tanggung jawab. Singkatnya keluerga atau yang biasa
di sebut rumah tangga sering kali di ambil sebagai suatu mikrokosmos tentang
tatanan moral yang diinginkan, “ketika suami istri mulai hidup bersama sebagai
sebuah keluarga, pada kenyataannya mereka meletakkan dasar-dasar kebudayaan dan
peradaban” (al Mauhudi 1982). Oleh karena itu perjuangan atas makna dan
sentralitas keluarga tak terhindarkan lagi.
Dalam
organisasi terkecil yang membentuk bangsa ini terdapat berbagai instrument.
Insrumen-instrumen itu harus harus berfungsi secara sistemik dan organic, baik
yang menyangkut maupun kewajiban, guna menopang laju dan berkembangnya
organisasi terrkecil tersebut. Jika instrument-innstrumen itu tidak berjalan
sebagaimana mestinya, perjalanan keluarga akan mengalami goncangan yang bisa
mempengaruhi keajegan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, setiap anggot
yang terlibat didalamnaya yaitu suami, istri dan anak harus mengetahui dan
menjalankan hak dan kewajiban mereka masing-masing secara fungsional. Dilihat
dari segi ini keluarga berperan sebagai tiang dan penyangga masyarakatyang
menentukan arah dan gerak laju bangsa menuju kehidupan sejahtera yang diridhai
Allah SWT, Negara yang baik dibawah naungan ampunan Tuhan.
Hasan Ayub
menerangkan bahwa kehidupan keluarga suami istri dilandasi dengan sifat saling
membutuhkan, hubungan prasaan, dan saling memberi perhatian. Mengenai saling
membutuhakan alQuran menjelaskan bahwa wanita merupakan bagian dari laki-laki.
Oleh karana itu keduanya tidak bisa hidup sendiri-sendiri. (QS, al A’raf: 189
dan al Baqarah:187)
Arti dan
maksud dari kata nafs wahidah dalam surat yang disebut pertama, adlah
anbi Adam a.s; dan libas dalam surat yang disebut kedua, arti asalnya pakaian
yang kemudian beralih ke arti penyatuan hubungan suami istri. Libas
dalam pengertian pertama berfungsi sebagai penutup yang sapat dipergunakan oleh
suami istri untuk saling menutupi kelemahan pasangannya. Adapun libas dalam
dalam pengertian kedua menunjukkan menyatunya suami istri baik alam proses awal
penciptaan manusia maupun dalam keluarga.
Sifat
hubungan perasaan antara suami istrri digambarkan alquran (surat al-Rum ayat
21). Perasaan yang dimaksud dalam ayat itu adalah perasaan tenang dan tenteram
yang terlahir dari cinta kasih antara pasangan suami istri yang mendapat rahmat
Allah. Cinta kasih akan muncul jika keduanya cocok atau serasi dalam banyak
hakl. Oleh karena itu, dalam islam diperkenalkan teori kafa’ah
(sebanding atau serasi). Menurut teori ini, ketika memilih dan menetukan calon
pasangan hidup, hendaklah kita memperhatikan unsure keserasian, baik yang
menyangkut keturunan, penampilan, tingkat pendidikan, maupun kekayaan terutama
agama. Keserasian sebagai salah satu syarat lahirnya kasih saying dan
ketentraman dalam keluarga diketahui melalui proses pengenalan calon pasangan
hidup. alQuran menggambarkan pentingkan proses ini, seperti disebutkan dalam
surat al Hujurat : 13.
Suami istri
tidak bisa lepas dari sifat saling memberi perhatian. Sebagai manusia, baik
istri maupun suami, ditempatkan oleh islam dalam kedudukan yang sama. Perbedaan
antara keduanya hanya dalam hal-hal tertentu saja. Dalam kebersamaan kedudukan
dalam keluarga, keduanya saling memberi perhatian yang terwujud dalam hak dan
kewajiban.
Adapun hak
dan kewajiban suami dalam keluarga adalah menggauli istri dangan baik,
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada istri dan anaknya, memerintahkan istri dan
anaknya berbuat baik dan melarang berbuat mungkar, berlaku adil memberikan mas
kawin dan nafkah kepada strinya, memberikan nafkah dan pendidikan kepada
anaknya, tidak menyakiti istri dan menjaga prasaannya, serta mengatasi
perseloisihan dengan arif.
Banyak
ayat-ayat alQuran dan hadits yang menopang hak dan kewajiban suami atas istri.
Misalnya, surat al Nisa’ ayat 19 dan al Baqarah ayat 229 mengharuskan suami
menggauli istrinya dengan baik; surat Taha ayat 132 menerangkan agar suami
menyuruh anggota keluarganya mendirikan shalat; surat al Tahrim ayat 6
memerintahkan para suami menjaga keluarganya dari api neraka; surat al Nisa’
ayat 4 dan 20 yang menuntut suami memberikan mas kawin dan nafkah pada
istrinya; dan surat al Nisa’ ayat 34, 35, dan 128 menjelaskan cara penyelesaian
sengketa suami istri.
Dalam sebuah
hadits yang dikutip oleh Hasan ayyub diterangkan bahewa nabi Muhammad SAW
pernah ditanya tentang hak istri atau suami atau kewajiban suami atas istri.
Nabi menyatakan bahwa suami hendaklah memberi makan istrinya seperti yang ia
makan, memberinya pakaian seperti yang ia pakai, tidak menghina wajah istrinya,
dan tidak memukul istri kecuali pukulan yang ringan dan terpaksa untuk mendidik
(takdib).
Seperti
halnya suami, istripun mempunyai kewajiban dalam keluarga. Kewajibannya
mencakup 2 hal: pertama, kewajiban terhadap suami; kedua, kewajiban terhadap
anak, terhadap suami, istri berkewajiban menghormati dan mengakui kedudukan
suami, taat dan melayani suami dengan baik, (QS al Nisa’ : 34,), berhias untuk
suami sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat muslim ( I, e. th: 625) yang
menyatakan bahwa nabi Muhammad SAW bersabda.
“Dunia adalah
hiasan; dan sebik-baiknya hiasan adalah wanita yang shaleh”
Kewajiban
istri (ibu) yang paling uatama terhadap anak ialah mengasuh dan mendidik.
Selain itu,
adajuga kewajiban lain dari seorang isteri yang melekat secara bersama dengan
suami (bapak), yaitu kewajiban orang tua kepada anaknya. Diantara kewajiban
orang tua terhadap anaknya adlah; pertama, memberi nama yang baik,
mencukurinya, dan melaksanakan aqiqah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad dan empat imam hadits serta dishahihkan oleh al Titmidi
dijelaskan bahwa pada hari ketujuh kelahiran seorang anak, orang tua
disunnatkan menyembeleh kambing dua ekor bagi laki-laki dan satu ekor bagi
perempuan kemudian mencukurnya dan memberinya nama.(Hajar al Asqalani t. th:
282-3).
Kedua,
memberi nafkah. Ketiga, mengasuh dan mendidik. Keempat memberi kasih sayang.
Kelima, bersikap adil. Keenam memberi teladan yang baik.
Ada beberapa
kata dalam alquran yang menunjuk pada pengertian masyarakat, kata-kata itu
ialah ummah, qawm, syu’ub, dan qaba’il. Disamping itu alQuran pun
memperkenalkan masyarakat dengan sifat-sifat tertentu. Ummah yang dalam bahasa
Indonesia ditulis umat, menurut Anton M. Moeliono ialah para penganut suatu
agama atau bisa juga diartikan makhluk manusia. Dalam terminology yang lain,
umat terkadang diartikan bangsa atau Negara. Oleh karena itu, sesuai pengertian
yang dimaksud, umat hanya sesuai untuk dikenakan pada ummat manusia.
Berbeda
dengan pengertian diatas umat menurut al Quran tidak terbatas pada kelompok
manusia, pengertian umat itu mencakup juga kelompok binatang. Oleh karena itu
kelompok binatang pun dapat dikatakan umat. Dasamping itu dalam hadits riwayat
muslim- Abu Daud dan Tirmidi – seperti dikutip oleh M. Qurai Shihab Nabi
menerangkan bahwa kelompok burung, semut, dan anjing termasuk umat seperti
halnya manusia. Pengertian umat yang digunakan dalam bahasan ini ialah umat manusia
bukan umat binatang.
Sebagian
para ahli telah mencoba mengklarifikasi masyarakat berdasarkan cirri-ciri
tertentu. Ending Saefuddin Anshari dengan mempergunakan paradigma al quran,
mengelompkkan masyarakat menjadi 10 macam yaitu:
- Masyarakat muttaqun;
- Masyarakat mukmin;
- Masyarakat Muslim;
- Masyarakat muhsin;
- Masyarakat kafir;
- Masyarakat musyrik;
- Masyarakat mubafik;
- Masyarakat fasik;
- Masyarakat zalim;
- Masyarakat Mutraf.
Sebagai
masyarakat etika religius kelompok masyarakat pertama, kedua, ketiga, dan keempat
mendasarkan hidupnya atas idealisme etika teosentris yang bertopang pada
kecintaan kepada Tuhan yang dicerminkan dengan kecintaan terhadap sesama dan
rasa takut kepada Tuhan yang dicerminkan dalam rasa takut pada ppengadilan-Nya.
Lebih jauh
lagi dalam tataran operasional dasar etika ekonomi adalah kesejahteraan
masyarakat; dasar etika politik mereka adalah menghilangkan ketakutan,
keresahan, dan penderitaan; dasar etik hukum meraka adalah keadilan. Dengan
demikian, suasana religius yang dihiasi moral agama akan senantiasa mewarnai
sikap dan pandangan hidup masyarakat yang terlihat dari perilaku dan kegiatan
mereka sehari-hari.
Konsep
masyarakat ideal menurut islam ialah masyarakat sejahtera seutuhnya. Ia bisa
dimulai dari penataan dan pembinaan keluarga melalui pendekatan nilai-nilai
islam yang secara terus menerus diterapkan dalam kehidupan keluarga.
Keberhasilan suatu kelurga dalam menerapgunakan konsep ideal akan melahirkan
masyarakat ideal, seperti yang digambarkan terdahulu. Oleh karena itu tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa keluarga merupakan fondasi masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam adalah agama Allah yang
diwahyukan kepada Rasul-rasulNnya guna diarahkan kepada manusia.
Keluarga berasal dari penyatuan
antara pikiran-pikiran yang berbeda watak, sifat, dan perilaku yang menjadi
satu persepsi dan tujuan yang sama serta dimulai dari hasrat dan keinginan
individu-individu tersebut.
Keluarga menurut
pengertian yang umum adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar di
masyarakat yang terdiri atas ibu, bapak dan anak sedangkan menurut Hasan Ayub
menjelaskan bahwa keluarga adalah suatu kumpulan manusia dalam kelompok kecil
yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak. Kumpulan dari beberapa keluarga
disebut masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan
organisasi terkecil dari suatu masyarakat, masyarakat terus berkembang baik
secara horizontal maupun vertical menjadi suku dan atau bangsa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: