Pa'diesseng-Ku Cappo !!

Chat Box !! Sudut Kanan !!


Get this .

Followna' Gatti' On twitter !!

Klik PLAY Untuk MP3 !!


music online
Senin, 10 Juni 2013

Makalah Islam , Keluarga dan Masyarakat (Metodologi Studi Islam)



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasulNnya guna diarahkan kepada manusia. Ia dibawa secara estafet (sambung-menyambung) dari suatu generasi ke generasi selanjutnya dan dari suatu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayah dan petunjuk bagi manusia yang berkelana dalam kehidupan duniawi, merupakan adanya sifat rahman dan rahim dari Allah.
Adapun Islam dalam kurun sebelum risalah Nabi Muhammad s.a.w. sifatnya lokal atau nasional. Ia hanya untuk kepentingan bangsa dan daerah tertentu, dan terbatas pula periodenya. 
            Keluarga merupakan sosialisasi primer yang artinya lingkungan masyarakat pertama yang dikenal seseorang ketika lahir. Sebagai media sosialisasi primer, sudah tentu keluargalah yang paling berpengaruh membentuk karakter dalam diri seseorang. Bagaimana orang itu hidup, bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat, bagaimana menyelesaikan masalah, dan semua hal lain yang berkaitan langsung dengan kehidupan kita adalah karena faktor keluarga. Banyak orang yang sukses dalam hidupnya adalah karena pendidikkan dalam keluarganya yang selalu mengajarkan cara - cara yang baik dan benar dalam menjalani hidup. Namun banyak pula orang yang hidupnya hancur dan berantakkan juga karena pendidikkan dalam keluarganya yang mengajarkan cara - cara yang tidak sesuai dengan tata cara yang berlaku. Kami sebagai pemakalah ingin mengkaji bahwa sejauh mana Peran  Islam dalam Keluarga dan Masyarakat Perspektif Islam itu sendiri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Islam ?
2.      Peran Keluarga dalam Islam ?
3.      Keluarga adalah Fondasi Masyarakat ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Apa itu Islam ?
Makna asal dari kata " Islam " adalah berserah diri dan pasrah sepenuhnya kepada Allah dengan mengesakanNya dan mengikuti ajaran para rasul-Nya. Menurut pengertian ini, Islam merupakan agama para rasul. Allah tidak mengutus seorang rasulpun melainkan untuk menyeru kepada kaumnya," Sembahlah Allah yang Maha Esa, dan taatlah kepadaku dengan mengikuti ajaran yang aku sampaikan kepada kalian..."
Dan inilah makna Islam secara umum yang diajarkan oleh para rasul.
Allah berfirman:
!$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqߧ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù ÇËÎÈ
Artinya :
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, " Bahwasanya tidak ada Rabb (yang hak ) melainkan Aku maka sembahlah Aku” (QS. Al Anbiya : 25)

Pada ayat lain juga Allah berfirman :
ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=Ÿ2 ¥ä!#uqy $uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur žwr& yç7÷ètR žwÎ) ©!$# Ÿwur x8ÎŽô³èS ¾ÏmÎ/ $\«øx© Ÿwur xÏ­Gtƒ $uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB Èbrߊ «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ šcqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ
Artinya :
Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Al Imran : 64)

Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam juga tidak terlepas dari pengertian umum ini, yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah dan mengikuti ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Akan tetapi, risalah dan ajaran Rasulullah telah menghapuskan risalah-risalah yang sebelumnya. Dengan demikian, Allah tidak menerima agama selain Islam dari siapa pun setelah diutusnya Rasulullah SAW.
Islam (bahasa Arab, al-islām الإسلام, Bunyi dengarkan: "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Dengan lebih dari satu seperempat milyar orang pengikut di seluruh dunia menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim, adapun lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
·         Aspek kebahasaan
            Dalam bahasa Arab, Islām berarti “berserah diri” dan merupakan suatu Dīn yang berarti "aturan" atau "sistem" (QS Al-Maidah:83). Secara etimologis, kata tersebut diturunkan dari akar yang sama dengan kata salām yang berarti “damai”. Kata 'Muslim' (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islām. Kata tersebut berarti “orang yang berserah diri kepada Allah" dalam bahasa Indonesia.
·         Kepercayaan
            Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatān ("dua kalimat persaksian"), yaitu "Laa ilaha ilallah, Muhammadar Rasulullah" — yang berarti "Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah". Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
            Umat Muslim percaya bahwa Allāh menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, seperti Nabi Adam as., Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Isa as., dan nabi lainnya (untuk lebih lanjutnya, silakan baca artikel mengenai Para nabi dan rasul dalam Islam) yang diakhiri oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi dan rasul utusan Allah terakhir sepanjang masa (khataman-nabiyyin). Umat Islam juga meyakini Al-Qur'an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (QS Al-Baqarah:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan Al-Quran hingga akhir zaman dalam suatu ayat.
            Adapun sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk mengimani kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum Al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil, dan suhuf atau lembaran Ibrahim) melalui nabi dan rasul terdahulu adalah benar adanya (QS Al-Baqarah:3). Namun muslim juga percaya bahwa selain Al Qur'an seluruh firman Allah telah mengalami perubahan oleh manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa Al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan menyempurnakan kitab sebelumnya.
            Umat Islam juga percaya bahwa Islam adalah agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Nabi Adam as., dengan demikian tentu saja Nabi Ibrahim as. juga menganut Islam (QS Al-Baqarah:130-132) 2:130. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam Al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab atau Ahlul Kitab.
B.      Peran Keluarga dalam Islam
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ
Artinya :
Hai orang-orang beriman ! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari [kemungkinan siksaan] api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah para malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. Altahrim (66): 6).
            Keluarga, yang biasa diartikan dengan ibu dan bapak beserta anak atau anak-anaknya; belakangan diartikan dengan semua dan setiap orang yang ada dalam sebuah keluarga/rumah tangga (lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tanggga, Pasal 2). Keluarga, dalam sistem hukum apapun dan di manapun, apalagi dalam perspektif hukum Islam, dipastikan memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan tingkat manapun. Terutama di tingkat rukun tetangga (RT) yang daripadanya terhimpun rukun warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan seterusnya sampai masyarakat dunia. Tanpa keluarga, yang sejatinya menjadi unit terkecil dalam sebuah komunitas, mustahil ada apa yang dikenal dengan sistem sosial itu sendiri mulai dari sistem sosial yang sangat terbatas atau bahkan dibatasi; sampai komunitas yang bersekala nasional, regional dan intrenasional.
            Sekedar untuk menunjukan arti penting keluarga, ada ungkapan yang menyatakan bahwa “Keluarga adalah tiang masyarakat dan sekaligus tiang negara; bahkan juga tiang agama.” Atas dasar ini, maka mudahlah difahami manakala agama Islam menaruh perhatian sangat serius terhadap perkara keluarga. Di antara indikatornya, dalam Al-qur’an dan atau Al-hadits, tidak hanya dijumpai sebutan keluarga dengan istilah “al-ahl” – jamaknya “al-ahluna,” atau “dzul qurba,” “al-aqarib” dan lainnya; akan tetapi, juga di dalamnya dijumpai sejumlah ayat dan bahkan surat Al-qur’an yang mengatur ihwal keluarga dan kekeluargaan.
            Di antara surat yang menyimbolkan arti penting tentang peran keluarga dalam kehidupan sosial adalah surat ketiga, yakni surat Ali Imran (3) yang terdiri atas: 200 ayat, 3,460 kata dan 14,525 huruf. Secara umum dan garis besar, surat Ali Imran memuat perihal: keimanan, hukum, dan kisah di samping lain-lain. Yang menariknya lagi surat Ali Imran ini diiringi surat An-Nisa (4), yang mengisyaratkan arti penting bagi kedudukan seorang ibu khususnya dan kaum wanita pada umumnya dalam hal pembentukan dan pembinaan keluarga ideal yang disimbolkan dengan Keluarga Imran.
            Masih dalam konteks peduli Al-qur’an terhadap peran keluarga, bisa difahami dari isi kandungan ayat 6 surat Al-tahrim yang telah dikutibkan sebelum ini. Ayat tersebut pada dasarnya mengingatkan semua kepala keluarga dalam hal ini Bapak dan atau Ibu bahkan para wali, supaya membangun, membina, memelihara dan atau melindungi semua dan setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungannya dari kemungkinan mara bahaya yang disimbolkan dengan siksaan api neraka. Sebab, dalam pandangan Islam, berkeluarga itu tidak hanya untuk sebatas dalam kehidupan duniawi; akan tetapi juga sampai ke kehidupan akhirat.
            Indikator lain dari peduli Islam terhadap eksistensi dan peran keluarga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan ialah adanya hukum keluarga Islam yang secara spesifik mengatur persoalan-persoalan hukum keluarga mulai dari perkawinan, hadhanah (pengasuhan dan pendidikan anak), sampai kepada hukum kewarisan dan lain-lain yang lazim dikenal dengan sebutan “al-ahwal al-syakhshiyyah,” “ahkam al-usrah,” Islamic family law dan lainnya. Hukum Keluarga Islam benar-benar mengatur semua dan setiap urusan keluarga mulai dari hal-hal yang bersifat filosofis dan edukatif, sampai hal-hal yang bersifat akhlaqi yang teknis operasional sekalipun. Itulah sebabnya mengapa Islam memerintahkan pemeluknya agar selalu saling menyayangi dan bekerjasama antara sesama keluarga.
C.    Keluarga adalah Fondasi Masyarakat
Keluarga menurut pengertian yang umum adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat yang terdiri atas ibu, bapak dan anak sedangkan menurut Hasan Ayub menjelaskan bahwa keluarga adalah suatu kumpulan manusia dalam kelompok kecil yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak. Kumpulan dari beberapa keluarga disebut masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan organisasi terkecil dari suatu masyarakat, masyarakat terus berkembang baik secara horizontal maupun vertical menjadi suku dan atau bangsa.
Proses lahirnya sebuah rumah tangga atau keluarga dimulai dari hasrat dan keinginan individu untuk menyatu dengan individu lainnya. Hasrat itu merupakan fitrah yang dibawa sejak individu itu lahir, menurut soerjono soekanto hasrat manusia sejak dilahirkan adalah: pertama. Menjadi satu dengan manusia yang lainnya; kedua,menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Oleh karena itu terbentuknya sebuah keluarga diawali dengan proses memilih yang dilakukan oleh individu yang berlainan jenis klamin, lalu melamar dan diakhiri dengan perkawinan.
Dalam memilih calon pasangan hidup berkeluarga, nabi Muhammad SAW telah menentukan beberapa kriteria seseorang untuk dapat dinikahi, diantaranya tidak ada pertalian darah, balig dan beraqal, dan berkemampuan baik material maupun immaterial. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang syarat-syarat perkawinan dan sebagainya dapat dilihat dalam Undang-Undang Rpublik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada bab 1 sampai bab 7 sealinnya itu nabi Muhammad juga menyebutkan dalam haditsnya yang artinya:
Seorang wanita dinikahi karena empata hal: karena kecantikannya; karena keturunannya; karena harta kekayaanya; dank arena agamanya. Jika kamu ingin selamat maka pilihlah yang kuat agamanya. (Ibnu Hajar al- Atsqalani)
Kriteria diatas merupakan rambu-rambu yang harus diperhatikan sebelum seseorang melamar calon pasangan hidupnya, karena ia merupakan proses awal memasuki kehidupan berkeluarga. Tuntunan tentang khitbah selain tertera dalam sunnah, juga disitir dalam alquran (al baqarah: 235). Khitbah pada dasarnya merupakan tuntunan agar kita dapat membangun sebuah keluarga yang tenteram, baik dan lancer yang pada gilirannya tercipta keluarga sejahtera seutuhnya yang islami. Oleh karena itu, islam menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan yang utuh yang para anggotanya secara simultan bekerja sama.
Masyarakat di seluruh dunia memandang keluarga dengan signifikansi sakral, dan menjadikannya sebagai dasar bagi hubungan interpersonal lainnya, termasuk kewajiban komunitas dan politik. Keluarga merupakan satuan dasar bagi ketaatan ritual maupun sebagai tempat berpengaruh bagi pendidikan agama dan sekular dan bagi penyaluran pengetahuan agama dan duniawi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dia bertindak sebagai locus bagi pengembangan makna kepercayaan, otoritas, an tanggung jawab. Singkatnya keluerga atau yang biasa di sebut rumah tangga sering kali di ambil sebagai suatu mikrokosmos tentang tatanan moral yang diinginkan, “ketika suami istri mulai hidup bersama sebagai sebuah keluarga, pada kenyataannya mereka meletakkan dasar-dasar kebudayaan dan peradaban” (al Mauhudi 1982). Oleh karena itu perjuangan atas makna dan sentralitas keluarga tak terhindarkan lagi.
Dalam organisasi terkecil yang membentuk bangsa ini terdapat berbagai instrument. Insrumen-instrumen itu harus harus berfungsi secara sistemik dan organic, baik yang menyangkut maupun kewajiban, guna menopang laju dan berkembangnya organisasi terrkecil tersebut. Jika instrument-innstrumen itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, perjalanan keluarga akan mengalami goncangan yang bisa mempengaruhi keajegan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, setiap anggot yang terlibat didalamnaya yaitu suami, istri dan anak harus mengetahui dan menjalankan hak dan kewajiban mereka masing-masing secara fungsional. Dilihat dari segi ini keluarga berperan sebagai tiang dan penyangga masyarakatyang menentukan arah dan gerak laju bangsa menuju kehidupan sejahtera yang diridhai Allah SWT, Negara yang baik dibawah naungan ampunan Tuhan.
Hasan Ayub menerangkan bahwa kehidupan keluarga suami istri dilandasi dengan sifat saling membutuhkan, hubungan prasaan, dan saling memberi perhatian. Mengenai saling membutuhakan alQuran menjelaskan bahwa wanita merupakan bagian dari laki-laki. Oleh karana itu keduanya tidak bisa hidup sendiri-sendiri. (QS, al A’raf: 189 dan al Baqarah:187)
Arti dan maksud dari kata nafs wahidah dalam surat yang disebut pertama, adlah anbi Adam a.s; dan libas dalam surat yang disebut kedua, arti asalnya pakaian yang kemudian beralih ke arti penyatuan hubungan suami istri. Libas dalam pengertian pertama berfungsi sebagai penutup yang sapat dipergunakan oleh suami istri untuk saling menutupi kelemahan pasangannya. Adapun libas dalam dalam pengertian kedua menunjukkan menyatunya suami istri baik alam proses awal penciptaan manusia  maupun dalam keluarga.
Sifat hubungan perasaan antara suami istrri digambarkan alquran (surat al-Rum ayat 21). Perasaan yang dimaksud dalam ayat itu adalah perasaan tenang dan tenteram yang terlahir dari cinta kasih antara pasangan suami istri yang mendapat rahmat Allah. Cinta kasih akan muncul jika keduanya cocok atau serasi dalam banyak hakl. Oleh karena itu, dalam islam diperkenalkan teori kafa’ah (sebanding atau serasi). Menurut teori ini, ketika memilih dan menetukan calon pasangan hidup, hendaklah kita memperhatikan unsure keserasian, baik yang menyangkut keturunan, penampilan, tingkat pendidikan, maupun kekayaan terutama agama. Keserasian sebagai salah satu syarat lahirnya kasih saying dan ketentraman dalam keluarga diketahui melalui proses pengenalan calon pasangan hidup. alQuran menggambarkan pentingkan proses ini, seperti disebutkan dalam surat al Hujurat : 13.
Suami istri tidak bisa lepas dari sifat saling memberi perhatian. Sebagai manusia, baik istri maupun suami, ditempatkan oleh islam dalam kedudukan yang sama. Perbedaan antara keduanya hanya dalam hal-hal tertentu saja. Dalam kebersamaan kedudukan dalam keluarga, keduanya saling memberi perhatian yang terwujud dalam hak dan kewajiban.
Adapun hak dan kewajiban suami dalam keluarga adalah menggauli istri dangan baik, mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada istri dan anaknya, memerintahkan istri dan anaknya berbuat baik dan melarang berbuat mungkar, berlaku adil memberikan mas kawin dan nafkah kepada strinya, memberikan nafkah dan pendidikan kepada anaknya, tidak menyakiti istri dan menjaga prasaannya, serta mengatasi perseloisihan dengan arif.
Banyak ayat-ayat alQuran dan hadits yang menopang hak dan kewajiban suami atas istri. Misalnya, surat al Nisa’ ayat 19 dan al Baqarah ayat 229 mengharuskan suami menggauli istrinya dengan baik; surat Taha ayat 132 menerangkan agar suami menyuruh anggota keluarganya mendirikan shalat; surat al Tahrim ayat 6 memerintahkan para suami menjaga keluarganya dari api neraka; surat al Nisa’ ayat 4 dan 20 yang menuntut suami memberikan mas kawin dan nafkah pada istrinya; dan surat al Nisa’ ayat 34, 35, dan 128 menjelaskan cara penyelesaian sengketa suami istri.
Dalam sebuah hadits yang dikutip oleh Hasan ayyub diterangkan bahewa nabi Muhammad SAW pernah ditanya tentang hak istri atau suami atau kewajiban suami atas istri. Nabi menyatakan bahwa suami hendaklah memberi makan istrinya seperti yang ia makan, memberinya pakaian seperti yang ia pakai, tidak menghina wajah istrinya, dan tidak memukul istri kecuali pukulan yang ringan dan terpaksa untuk mendidik (takdib).
Seperti halnya suami, istripun mempunyai kewajiban dalam keluarga. Kewajibannya mencakup 2 hal: pertama, kewajiban terhadap suami; kedua, kewajiban terhadap anak, terhadap suami, istri berkewajiban menghormati dan mengakui kedudukan suami, taat dan melayani suami dengan baik, (QS al Nisa’ : 34,), berhias untuk suami sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat muslim ( I, e. th: 625) yang menyatakan bahwa nabi Muhammad SAW bersabda.
Dunia adalah hiasan; dan sebik-baiknya hiasan adalah wanita yang shaleh”
Kewajiban istri (ibu) yang paling uatama terhadap anak ialah mengasuh dan mendidik.
Selain itu, adajuga kewajiban lain dari seorang isteri yang melekat secara bersama dengan suami (bapak), yaitu kewajiban orang tua kepada anaknya. Diantara kewajiban orang tua terhadap anaknya adlah; pertama, memberi nama yang baik, mencukurinya, dan melaksanakan aqiqah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan empat  imam hadits serta dishahihkan oleh al Titmidi dijelaskan bahwa pada hari ketujuh kelahiran seorang anak, orang tua disunnatkan menyembeleh kambing dua ekor bagi laki-laki dan satu ekor bagi perempuan kemudian mencukurnya dan memberinya nama.(Hajar al Asqalani t. th: 282-3).
Kedua, memberi nafkah. Ketiga, mengasuh dan mendidik. Keempat memberi kasih sayang. Kelima, bersikap adil. Keenam memberi teladan yang baik.
Ada beberapa kata dalam alquran yang menunjuk pada pengertian masyarakat, kata-kata itu ialah ummah, qawm, syu’ub, dan qaba’il. Disamping itu alQuran pun memperkenalkan masyarakat dengan sifat-sifat tertentu. Ummah yang dalam bahasa Indonesia ditulis umat, menurut Anton M. Moeliono ialah para penganut suatu agama atau bisa juga diartikan makhluk manusia. Dalam terminology yang lain, umat terkadang diartikan bangsa atau Negara. Oleh karena itu, sesuai pengertian yang dimaksud, umat hanya sesuai untuk dikenakan pada ummat manusia.
Berbeda dengan pengertian diatas umat menurut al Quran tidak terbatas pada kelompok manusia, pengertian umat itu mencakup juga kelompok binatang. Oleh karena itu kelompok binatang pun dapat dikatakan umat. Dasamping itu dalam hadits riwayat muslim- Abu Daud dan Tirmidi – seperti dikutip oleh M. Qurai Shihab Nabi menerangkan bahwa kelompok burung, semut, dan anjing termasuk umat seperti halnya manusia. Pengertian umat yang digunakan dalam bahasan ini ialah umat manusia bukan umat binatang.
Sebagian para ahli telah mencoba mengklarifikasi masyarakat berdasarkan cirri-ciri tertentu. Ending Saefuddin Anshari dengan mempergunakan paradigma al quran, mengelompkkan masyarakat menjadi 10 macam yaitu:
  1. Masyarakat muttaqun;
  2. Masyarakat mukmin;
  3. Masyarakat Muslim;
  4. Masyarakat muhsin;
  5. Masyarakat kafir;
  6. Masyarakat musyrik;
  7. Masyarakat mubafik;
  8. Masyarakat fasik;
  9. Masyarakat zalim;
  10. Masyarakat Mutraf.
Sebagai masyarakat etika religius kelompok masyarakat pertama, kedua, ketiga, dan keempat mendasarkan hidupnya atas idealisme etika teosentris yang bertopang pada kecintaan kepada Tuhan yang dicerminkan dengan kecintaan terhadap sesama dan rasa takut kepada Tuhan yang dicerminkan dalam rasa takut pada ppengadilan-Nya.
Lebih jauh lagi dalam tataran operasional dasar etika ekonomi adalah kesejahteraan masyarakat; dasar etika politik mereka adalah menghilangkan ketakutan, keresahan, dan penderitaan; dasar etik hukum meraka adalah keadilan. Dengan demikian, suasana religius yang dihiasi moral agama akan senantiasa mewarnai sikap dan pandangan hidup masyarakat yang terlihat dari perilaku dan kegiatan mereka sehari-hari.
Konsep masyarakat ideal menurut islam ialah masyarakat sejahtera seutuhnya. Ia bisa dimulai dari penataan dan pembinaan keluarga melalui pendekatan nilai-nilai islam yang secara terus menerus diterapkan dalam kehidupan keluarga. Keberhasilan suatu kelurga dalam menerapgunakan konsep ideal akan melahirkan masyarakat ideal, seperti yang digambarkan terdahulu. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keluarga merupakan fondasi masyarakat.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasulNnya guna diarahkan kepada manusia.
Keluarga berasal dari penyatuan antara pikiran-pikiran yang berbeda watak, sifat, dan perilaku yang menjadi satu persepsi dan tujuan yang sama serta dimulai dari hasrat dan keinginan individu-individu tersebut.
Keluarga menurut pengertian yang umum adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat yang terdiri atas ibu, bapak dan anak sedangkan menurut Hasan Ayub menjelaskan bahwa keluarga adalah suatu kumpulan manusia dalam kelompok kecil yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak. Kumpulan dari beberapa keluarga disebut masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan organisasi terkecil dari suatu masyarakat, masyarakat terus berkembang baik secara horizontal maupun vertical menjadi suku dan atau bangsa.

0 komentar: